CERPEN GURUKU IDOLAKU
“ kring… kring… kring…”
Yah, itu adalah sebuah bunyi yang sangat ku
kenali, yang setiap hari selalu kunantikan. Desahan kayuhannya mengiringi
setiap langkah langkah roda yang berputar. Iramanya yang lambat, seakan
memperlihatkan kayuhan yang begitu dinikmati.
Tak lupa senyum ramah selalu ia sunggingkan
kepada semua orang yang di laluinya. Tak perduli, pada zaman yang telah
berputar maju pada porosnya, karena ontel tetaplah menjadi pilihan utamanya.
Namanya Pak Suherman, ia adalahseorang guru
yang mengajar di sekolah swasta di jalan bukit bersama. Kepiawannya dalam
mengajar patut di acungi jempol. Selain menarik, ia juga mampu memberikan kesan
tersendiri pada muridnya. Tak jarang banyak murid yang menyenanginya, termasuk
aku.
Setiap hari ia datang ke sekolah, dengan
mengendarai sepeda ontel tua kebanggaannya. Dan sesampainya di sekolah, ia
selalu membeli satu buah roti kering, dan ia tebarkan di halaman sekolah.
Dengan tujuan untuk memberi makan burung burung yang selalu terbang di halaman
sekolah kami.
Agar tak bosan menunggu, ia sempatkan untuk
memungut sampah sampah yang berserakan di sekitarnya. Kelakuan Pak Suherman
benar benar menarik perhatianku. Aku tak perduli pada kakiku yang hampir copot
memerhatikannya, dari depan kelas di tingkat dua. Karena, aku merasa yang aku
lakukan saat ini sangat tidak membuang- buang aktu dan tidak sia-sia.
“Tet…tet…tet…”
“Sial…!” batinku.
Bel masuk pun berbunyi, rasanya aku benar benar
kesal. Aku ingin lebih tahu tentang semua keseharian Pak Suherman, namun
sayangnya aku tak memiliki waktu yang banyak. Apalagi aku hanya seorang pelajar
kelas 1 SMA, yang masih sibuk mencari jati diri, dan dipadatkan dengan berbagai
serba serbi kegiatan yang berbau hiburan. Dan pastinya bagiku itu sangat tidak
penting. “No Important”
Dengan gontai, kulangkahkan kakiku menuju
kelas. Berharap hari ini guruku tidak hanya membahas masalah kebersihan setiap
hari, tapi ia juga melakukannya. Di sekolah ini, tidak ada seorang guru pun
yang sifat dan tingkah lakunya sama sperti Pak Suherman. Karena ia tak pernah
memerintah kami untuk mengutip sampah yang berserakan dan menjaga kebersihan.
Namun, ia menunjukkan rasa keperduliannya dengan langsung melakukan dan
mencontohkan di depan kami, misalnya seperti yang biasa ia lakukan setiap pagi.
Sehingga tak seorang pun dari kami yang membencinya.
Berbeda dengan guru guruku yang lain, mereka
hanya bias memerintah, memerintah dan memerintah, namun tak sekalipun melakukan
yang mereka perintah. Itu benar benar membuat kami kesal, khususnya aku.
Sejujurnya dalam hidupku, aku tak ingin
melanjutkan pendidikanku di sekolah swasta ini. Namun, karena adanya Pak
Suherman, sehingga membuatku menjadi berubah pikiran. Bagiku ia adalah motivasi
besar dalam hidup ini.
Sayangnya untu saat ini, Pak Suherman tak
pernah sekalipun menginjak kelasku. Karena ia hanya mengajar di kelas II dan
III ke atas. Walau sedih, tapi aku tetap bertahan. Dan aku tak pernah bosan,
untuk selalu menunggu waktu dimana aku dapat belajar dan berhadapan langsung
dengannya.
JJJ
“Andika Perwira”
“Saya buk”
Aku langsung tersentak kaget dan mengacungkan tangan, ketika namaku disebut
oleh ibu Warni. Saat pelajaran bahasa inggris.
“Tolong kamu antarkan berkas ini ke ruang guru, dan letakkan saja di atas meja
saya”. Ucap bu Warni memerintah.
“Baik bu…” jawabku, dan bangkit dari kursi menuju meja bu Warni.
“Berat juga…” batinku.
Saat memasuki ruang guru, aku benar benar terperangah. Hingga mulutku
berbentukkan “O”. karena selama ini orang yang aku idolakan, tengah berada di
hadapanku.
“Mengapa hanya berdiri disitu? Masuklah!”
Suaranya yang halus, namun tegas dan berwibawa membuatku terkesima, begitu juga
gayanya yang khas dengan rokok kretek di tangan. Benar benar gaya Pak Suherman.
“A…. emm…. Ia Pak” jawabku terbata bata, dan sedikit gugup. Akupun melangkah
maju, lalu meletakkan buku tersebut tepat di meja bu Warni.
Saat aku berjalan keluar, ingin sekali rasanya aku berbalik. Mengajaknya
berbicara, menyalaminya dan berbagai harapan harapan lain dalam pikiranku. Tapi
sayangnya, aku tak memiliki keberanian yang sebesar itu, untuk dapat
melakukannya. Rasanya ingin sekali aku memaki dan mengutuk diriku sendiri.
“Bodoh…!” ucapku pelan, nyaris tak terdengar.
“Hei kamu, siapa namamu? Kemari sebentar…”
Langkahku pun terhenti.
“Dia memanggilku?” batinku.
“kemarilah sebentar, bapak tidak akan menyuruhmu melakukan pekerjaan yang
berat” ucapnya sekali lagi.
“Oh tidak,,, baru pertemuan pertama, aku sudah memberikan kesan tidak baik
untknya. Pasti ia berpikir bahwa aku seorang siswa yang malas” keluhku dalam
hati.
“Saya pak,,,”
Ucapku dan berbalik ke arahnya.
“Tolong buangkan sampah ini. Dan agar kamu tidak terlalu lelah, buang saja di
tempat sampah yang ada di ujung koridor dekat tangga”.
“Baik pak” ucapku dan berlalu pergi.
Pak Suherman benar benar bijaksana, ia tak ingin menyusahkan orang lain.
Padahal jangankan hanya membuang sampah ini di ujung koridor dekat tangga, jika
ia minta membuang sampah ini ke belakang gedung pun aku mau.
Ketika aku kembali, ku dapati Pak Suherman masih duduk manis
dengan rokok kretek di tagannya. Perlahan lahan ku beranikan diri untuk berdiri
lebih dekat di hadapannya. Dan saat ia menyadari kedatanganku, ia pun
mempersilahkanku untuk duduk.
“Duduklah nak” ucapnya.
Akupun mengikuti perintahnya, dengan duduk di sampingnya.
“Wuuh” kepulan asap mulai berhembusan dari mulutnya, membuatku ingin terbatuk.
Kutepis asap asap kecil itu dari hadapanku.
“Apa yang kamu inginkan di dunia ini?” tanyanya, memecahkan keheningan.
“Emm,,, saya pak? Tanya ku lugu, dengan menunjuk diriku sendiri.
“Jadi siapa lagi, apa ada orang lain diantara kita?” tanyanya, dengan menghisap
rokok kreteknya beberapa kali.
“Bagi saya, hal yang sangat saya inginkan di dunia ini hanya satu pak. Yaitu
sukses” jawabku percaya diri.
Ia pun tersenyum simpul dan mematikan rokoknya.
“kamu benar, semua orang memang menginginkan apa yang kamu inginka itu, tapi
apa kamu tahu dengan apa kamu mendapatkannya?” tanyanya, memperius suasana.
“Dengan belajar bersungguh sungguh pak” jawabku, dengan jawaban basi yang
banyak digunakan para pelajar jika ditanya soal sukses.
Ia mulai memperbaiki duduknya, dengan posisi yang menurutnya lebih nyaman.
Yaitu kaki kanan di atas kaki kiri.
“Terlalu jauh jika dengan belajar bersungguh sungguh. Karena hal utama yang
harus kamu miliki adalah niat”
“Karena niat adalah kunci utama bagi orang sukses. Dan tanpa niat semau yang
kita jalani di kehidupan ini, hayalah sampah. Karena hanya berjalalan begitu
saja, tanpa ada harapan, dan keingnan yang sebelumnya sudah kita ancang
ancang.”
Aku tertegun, dan terdiam sebentar mendengar ucapan pak Suherman. Daya pikirku
sangat membenarkan ucapannya.
“Benar benar petuah yang baik” batinku.
“Tet… tet… tet…”
Ternyata bel pun berbunyi, membuatku sedikit tersentak dan nnyaris
kesal. Dan dengan sopan kusalami pak Suherman, lalu
kembai ke kelas dengan membawa notesku yang tadi tertinggal ketika membuang
sampah.
Hari ini bagiku adalah hari yang palingn terindah. Dimana aku dapat bertemu dan
berbicara langsung dengan guru idolaku. Dan bahkan ia memberikanku petuah
petuah baik.
Aku sudah tak sabar untuk pulang ke rumah. Dan menuliskan kisah bahagiaku ini
pada dairy yang selalu setia dan tak bosan akan semua keluh kesah yang selalu
ku tuliskan padanya.
JJJ
Pagi ini, seperti biasanya aku berdiri di depan kelas lantai dua, dengan
menunggu kedatangan pak Suherman. Kali ini aku tidak akan menjadi penonton
setiannya lagi. Karena, aku juga akan ikut turut melakukan kegiatan yang biasa
dilakukan pak Suherman sehari hari.
Aku akan menyalaminya, membelikannya roti untuk diberikan pada burung burung
yang terbang ke halaman kami, mengutip sampah bersamanya, dan berbagai kegiatan
lain cukup menyenangkan bagiku.
Lama ku menunggu, namun kedatangannya tak kunjung tiba.
“Huuh,,, mana ya pak Suherman?” ucapku, dengan memain mainkan pulpen yang
selalu ku bawa kemanapun aku pergi.
“Tet… tet…tet…”
Bel pun berbunyi. Seperti ada perasaan yang tidak baik di benakku. Namun ku
coba tuk menepis pikiran buruk itu. Aku yakin, pasti saat in pak Suhermanlagi
terjebak macet, atau mungkin ia sedang mebeli roti diluar, atau sedang memungut
sampah yang berserakan di tengah jalan.
“Ah,,,bayanganku telalu tinggi” batinku.
Kutenangkan hatiku dengan menulis nulis coretan kecil di notes yang
tersimpan rapi di saku bajuku. Hal itu biasa aku lakukan di kelas jika guruku
belum datang
.
Namun, aku membolak balikkan notesku, guna mencari halaman yang kosong, aku
mendapati tulisan yang terlihat unik, dan terpampang rapi di kertas belakang
notesku. Tulisannya terlihat bersambung, miring, dan sangat indah dimataku.
Perlahan ku membaca penggalannya,
“Untuk si gugup”
“Si gugup siapa?” batinku. Apa aku…
“Semua orang tua mengharapkan anaknya menjadi
orang besar, dan itu hanyalah sebuah harapan saja. Dan tahukah kamu siapa yang
akan mewujudkan harapan tersebut? Yaitu kamu. Kamu yang akan melakukan
semuanya, kamu yang akan berjuang, dan kamu yang berusaha untuk mengabulkan
harapan mereka.
Dengan apa? Dengan “niat”. Lalu apa? Lalu
“usaha”. Lalu apa? Lalu “berdo’a”. dan lalu apa? Lalu “hasilnya”. Yang ada pada
kerja kerasmu sendiri. Hingga akhirnya kamu mendapatkan “sukses”.
Dan ingat, jika kamu besar kelak, jadilah
sebagai orang yang memberi, bukan orang yang diberi”.
P.S
“menarik
sekali” ucapku
Tapi siapakah
gerangan yang telah menyempatkan untuk menulis nasihat bagus ini di notesku,
sedangkan aku selalu membawa notes ini kemanapun aku pergi.
Aku mulai memutar
otakku, mengingat dan mencari siapa yang menuliskan nasihat ini untukku. Tak
lama ku berpikir, aku dikejutkan oleh kedatangan bapak kepala sekolah. Dan
tidak seperti biasanya, kedatangan bapak kepala sekolah ke kelas
sangatlah jarang. Pastilah, kalau ia tidak memberikan berita buruk, pasti
berita baik. Dan kami pun dengan cemas, menunggu apa yang akan disampaikan
bapak kepala sekolah.
“Selamat pagi
anak anak” sapa pak kepala sekolah , dengan tangan dibelakang badan.
“Selamat pagi
pak…” ucap kami bersamaan.
“Pagi ini,
bapak ingin mengabarkan, bahwa tepat pada jam 22.00 malam tadi, pak Suherman
telah meninggal dunia.”
Akhirnya
terjawab sudah pertanyaanku tadi. Pantas saja pagi ini aku tidak mendengar
suara dering sepedanya yang khas, dan snyum ramahnya yang sumringah. Mengapa
ini menjadi pertemuan pertama dan terakhirku Tuhan….
Dan sekarang
aku tahu, siapa yang telah menuliskan nasihat baik itu di notesku. Dan aku
yakin, pastilah ia pak Suherman. Karena seingatku, ketika ia menyuruhku untuk
membuang sampah ke ujung koridor, tak sengaja uku meninggalkan notesku di
mejanya. Dan pada saat itulah, ia menuliskannya untukku.
JJJ
20 tahun
kemudian.
“kring… kring…
kring…”
Seorang lelaki
setengah baya sedang mengayuh sepeda ontelnya, dan sesekali menyapa orang orang
yang dilewatinya. Melewati lalu lalang yang menyesak. Perlahan namun pasti, ia
terlihat lebih bersemangat dan tanguh.
Ia mengajar di
sebuah sekolah swasta tua dijalan bukit bersama. Setibanya disekolah, ia
langsung di kerumuni para muridnya, di salami, dan di tuntun ke kelas bak
seorang raja dari mesir.
“Pak
Andika,mari kami bawakan tasnya” ucap seorang anak.
Yah, inilah
aku. Andika perwira, yang mengabdikan hidupku untuk menjadi seorang guru.
Mencontoh dan meneladani sikap seorang guru yang dulu sangat ku idolakan. Saat
kepergiannya beberapa tahun silam, aku berjanji pada diriku sendiri, agar aku
juga akan sepertinya.
Karena itulah
saat ini, aku menjadi seorang guru. Karena menjadi seorang guru bukanlah
pilihan yang terakhir, bukan pula karena takdir, tapi karena pilihan hati dan
niat.
Karena niat
adalah sebuah kunci kesuksesan. Sehebat apapun seorang jendral, ia pasti
belajar pada guru, sehebat apapun seorang pilot, ia tetap belajar pada guru,
dan sehebat apapun seorang ilmuwan, ia juga tetap belajar pada guru. Karena
seseorang itu, tidak akan pernah menjadi hebat, tanpa bantuan dan ajaran
seorang guru.
Seperti yang
pernah ia pesankan dulu padaku,,,
“Jadilah
sebagai orang yang memberi, bukan yang diberi”